Monday, July 25, 2016

4# Ketika sendirian di negeri orang.

# Ketika sendirian di negeri orang.

Cerita ‘petualangan’ saya ketika mendapat beberapa kali kesempatan mengikuti pelatihan di Jerman, Belanda, Yunani dan China.

Make the most of life you may, life is short and wears away” _Oldys.
Maksimalkan hidup Anda ke arah yang positif, karena hidup ini singkat dan cepat berlalu.

Juli 1983.
Frankfurt Airport, awal musim panas.

Saya berjalan sepanjang lorong yang terasa asing, dengan suara-suara yang sama sekali asing hanya dipandu neon sign dalam bahasa Jerman yang kebanyakan tidak saya fahami, masih beruntung ada petunjuk berupa gambar. Hari masih terlalu pagi, airport yang sangat luas terasa sangat lengang; yang tampak hanya petugas keamanan yang tidak terlalu mencolok juga beberapa petugas kebersihan on-duty.
Nyaris tidak bisa dipercaya seorang anak desa, dari lereng gunung bisa berada di sini, di Bandar Udara Internasional Frankfurt am Main kadang juga disebut sebagai Bandara Rhein-Main yang konon bandara terbesar di Jerman juga sebagai Frankfurt-Flughafen yang merupakan bagian kota mandiri dari kota otonom Frankfurt am Main.
Bandara ini memiliki tiga landasan-pacu, dua landasan parallel sepanjang 4.000 meter dan lebar 60 meter, sementara landasan Selatan lebarnya 45 meter dengan dua bahu di kiri-kanannya masing-masing 7.5 meter, sama seperti halnya landas pacu di sebelah Barat.
Ketiga landasan ini tidak bisa digunakan secara mandiri satu-sama lainnya paling tidak pada waktu yang bersamaan; landas pacu yang memiliki jarak 518 meter satu sama lainnya hanya bisa digunakan secara estafet saja, hal ini berkaitan dengan aspek keselamatan penerbangan karena turbolensi yang terjadi pada setiap pendaratan bisa mengganggu  pesawat lainnya.
Bandara Frankfurt adalah salah-satu bandara dunia yang sudah menggunakan system pengurusan bagasi otomatis sejak tahun 1972.
Flight ke Nuerenberg masih 3 jam lagi, waktu terasa beringsut bagai siput di negeri entah-berantah ini, tapi saya berusaha keras untuk melawan kejenuhan, berusaha think positive; “ Ini kesempatan istimewa, tidak banyak orang yang mendapat kesempatan menginjak negeri ini, apalagi secara cuma-cuma seperti dirimu Man …” saya coba menguatkan diri sendiri.

Memang ini adalah tawaran kesempatan yang ketiga kali yang ditawarkan manajemen kepada saya. Tawaran pertama datang bertepatan dengan bulan Ramadhan, saya masih bisa menolak dengan alasan yang sangat reasonable, bahwa berat berpuasa di negeri orang yang mayoritas komunitasnya bukan muslim, manajemen bisa memahaminya. Padahal saya berharap menunggu teman-teman Jerman saya yang biasa melakukan kunjungan dan bimbingan teknis berkala ke pabrik Indonesia, sehingga ada teman di perjalanan. Ternyata tahun ini karena satu dan lain hal, kunjungan tersebut ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan.

Sebelumnya, saya memang telah “diracuni” cerita-cerita negative tentang orang Jerman yang konon ‘Uber Alles”, mereka sombong, pongah dan menganggap sebagai ras paling istimewa di bumi ini. Tentu saja awalnya saya mempercayai-nya, mengingat yang punya cerita adalah senior saya yang lama sekolah dan sempat bekerja di Jerman sebelumnya. Hal ini juga yang membuat saya “mengulur” keberangkatan ke Jerman, untuk menguatkan mental inlander saya.

Sebelum berangkat tentu saja saya tidak lupa mohon do’a restu dari orang-tua; berdo’a agar Tuhan memudahkan dan melancarkan urusan saya.

Saya berangkat dengan maskapai penerbangan Lufthansa, masih menggunakan Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, transit di Singapore dan Mumbai, kemudian landing di Frankfurt Flughafen. Perjalanan pertama mengarungi pergaulan antar-bangsa bagi seorang anak desa nun jauh di sana di lereng gunung yang mungkin tak tertera dalam peta-dunia.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Allah mendengar do’a saya, sangat mungkin juga do’a kedua orang-tua, saudara dan sahabat-sahabat saya; saya mulai menyadarinya ketika kami transit di Mumbai, karena pesawat yang kami tumpangi banyak teman, anak-anak muda, sarjana  Indonesia yang dikirim oleh pak Habibie untuk belajar di Jerman. Bukan Cuma itu, ternyata ada juga seorang ibu bule Jerman yang sudah tinggal 20 tahun di Indonesia, beliau importir teh; nampaknya Allah telah “mengirimkan” seorang pemandu buat saya juga buat ‘anak-anak’-nya pak Habibie yang rata-rata baru pertama ke Jerman, bahkan mungkin baru pertama kali naik pesawat. Saya lupa mencatat nama beliau, tapi saya ingin mengenangnya sebagai ibu Helma, sebuah nama jerman yang berarti “mempunyai sifat melindungi”.

Perjalanan ini kelak akan jadi kenangan abadi dan akan tertinggal di salah satu bilik labirin dalam otak kami masing-masing.

Saya harus berpisah dengan ‘anak-anak’-nya pak Habibie, karena saya harus melanjutkan perjalanan ke Nurnberg dengan penerbangan domestik 3 jam kemudian.

Ternyata pesawat yang menerbangkan kami adalah pesawat kecil seukuran Metro-mini, dengan baling-baling di sayap kanan-dan kirinya, dan membuat saya takjub pada waktu itu, penerbangnya seorang cewek semampai khas cewek bule jerman, cantik berambut pirang yang selalu menebar senyum, membuat pagi yang semula membosankan menjadi cerah-ceria.

Jarak dari Frankfurt Airport ke Nurnberg Airport adalah 223 km; kalau ditempuh lewat darat memerlukan waktu sekitar hampir 2.5 jam; tapi perusahaan telah mengatur perjalanan saya dengan penerbangan domestik yang hanya membutuhkan waktu 50 menit saja.

Setelah melewati pemeriksaan di douane orang jerman menulisnya sebagai zoll saya menyusuri pintu keluar. Kejutan berikut muncul, semula saya membayangkan bahwa yang akan menjemput saya adalah seorang sopir, bule jerman dengan membawa karton bertuliskan nama saya, ternyata yang menjemput saya adalah seorang Technical Director dengan tangan terkembang: “ Willkommen in Deutschland, Leider kann ich nicht in Frankfurt abholen …” kami berpelukan bagaikan seorang sahabat lama. Kejutan berikutnya ternyata beliau sendiri yang mengangkat koper saya dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil BMW 7 (E23) berwarna biru-tua, sedan 4 pintu yang merupakan seri BMW terbaru waktu itu.

Jarak dari Nurnberg Airport ke kantor pusat (Head Quarter) di Hoffmanstrasse kurang lebih hanya 12 km, lalu-lintas agak padat, tetapi lancar dan tertib tidak seperti di Jakarta. Kami meluncur ke  arah Selatan, menyusuri Marienbergstrasse, belok kiri ke Erlangerstrasse, belok kanan ke arah Barat Nordwestring, Theodor-Heuss Bruecke, tembus Maximilianstrasse, belok kiri ke Frankenschnellweg, menyusuri jalan N4, belok ke kanan, lalu ke kiri lagi menapaki Heisterstrasse, melewati Volckamerplatz, belok kanan, lalu setelah belok kiri, sampailah kami di kantor pusat. Dari sinilah kegiatan perusahaan dan anak-anak perusahaan yang ada di luar Jerman dikendalikan.

Seorang sekretaris muda, cantik, tentu saja cewek bule berambut pirang, menyambut saya, menyampaikan permohonan maaf bila boss-nya tidak bisa menyambut kedatangan saya, karena sedang berlibur sambil berburu di Siberia. Ini adalah kejutan ke-tiga, karena: “saya mah apah atuh ?”. Sementara saya pada waktu itu “hanya” seorang Junior-engineer, sementara sekretaris tadi menyampaikan pesan dari The-Owner, pemilik saham mayoritas; sungguh ini “Deutsch Gastfreundschaft” keramahan Jerman yang sebelumnya berada di luar nalar, setelah saya di”racuni” senior.

Ini pengalaman saya yang pertama ke luar-negeri walaupun dikemudian hari saya mendapat beberapa kali kesempatan ke luar-negeri tetapi kesempatan  yang paling berkesan adalah yang pertama ini, kenangannya mengendap dan mengkristal memenuhi hippocampus.

“ Terima kasih Tuhan, dengan kuasa-Mu, Engkau telah mengantarkan saya ke negeri jauh ini, negeri yang semula hanya berada dalam angan dan mimpi saya, yang juga mungkin mimpi banyak orang lainnya”.
“Ya Allah, aku senantiasa memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, kesucian tubuh dan kekayaan jiwa”.
“Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menggembirakan aku di dunia, maka gembirakanlah aku di akhirat nanti “.
“ Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari hilangnya nikmat karunia-Mu, perubahan kesehatan dari-Mu, kesegeraan balasan siksa-Mu dan dari semua kemurkaan-Mu”.
“ Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pada-Mu segala kebaikan, yang cepat atau yang lambat, yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui, dan aku berlindung pada-Mu dari segala keburukan, yang cepat atau lambat, yang cepat atau lambat, yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui”.

No comments:

Post a Comment